Nostalgia KKN (Bagian Dua)

Karena sering bertemu dengan Annisa dan pengurus karang taruna untuk mendiskusikan program-program kegiatan KKN kami, maka lama kelamaan obrolan dengannya tidak melulu mengenai KKN. Tetapi terkadang sampai ke hal-hal pribadinya walaupun masih sebatas kesopanan. Dari sana aku bisa memperoleh banyak informasi tentang pribadi dan keseharian Annisa. Annisa masih sekolah di kelas 1 SMA, anaknya cantik dan manis jadi satu. Yang sering mempesonaku adalah keceriaannya, senyumnya yang tulus dan selalu tersenyum manis jika bertemu denganku. Rambutnya panjang terurai dan terawat menambah anggun Annisa. Walaupun tidak memakai kosmetik wajah, namun wajah Annisa cantik alami. Wajahnya yang kuning langsat dengan bibir memerah tanpa lipstik sangat sedap dipandang mata. Tingkah lakunya sangat sopan dengan kepolosannya. Karena hampir setiap hari bertemu denganku, membuat Vallen sangat cemburu padanya.

Jika dibanding Annisa sebenarnya Vallen tidak kalah cantiknya, cuman sayangnya riasan kosmetiknya yang tidak aku suka dan tingkahnya yang terlalu berani terhadap lawan jenisnya, dan kadang-kadang cuek jika ada yang menasehatinya. Vallen merupakan anak salah satu pengusaha kaya dan tepandang di Jakarta, yang cenderung di beri kebebasan materi dan kurang pengawasan orang tuanya, yang mungkin terlalu sibuk bekerja. Aku tidak tahu apa yang menarik dariku sehingga Vallen dengan segala cara berusaha mendekatiku baik dengan perhatian-perhatian dan pemberiannya yang terkadang secara halus aku tolak agar tidak menyakiti hatinya. Yang tidak mengenakkan hatiku, Vallen sudah mengatakan ke teman-teman ceweknya bahwa aku pacarnya, walaupun secara tegas aku bilang ke Vallen aku belum mau pacaran sebelum aku selesai kuliah dan mendapatkan pekerjaan yang aku cita-citakan.

Vallen sering membujukku nanti akan minta ke papanya buat memperkejakan aku di perusahaan papanya sesuai yang aku inginkan. Aku tidak tahu apakah aku membuang kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang baik di perusahaan papa Vallen tapi yang jelas aku tidak mau terbelenggu cinta dengan orang yang kurang aku suka karena sikapnya. Mudah-mudahan pilihanku ini tidak salah, walaupun mungkin nanti aku akan kesulitan dalam mencari pekerjaan, tapi dengan cara yang wajar dan karena kemampuan pribadiku bukan karena kedekatan dengan bosnya. Mungkin bagi sebagian orang memandang diriku sangat naif, tapi itulah aku, aku ingin berdiri bebas diatas kakiku sendiri bukan karena belas kasihan orang lain.

Karena saking cemburunya, Vallen pernah bertemu Annisa dan mengancam jangan mendekatiku lagi karena aku pacar Vallen dan jika Annisa tetap bersikukuh, Vallen akan buat Annisa tidak tenang. Ini terjadi pada pertengahan masa KKN kami. Aku ketahui dari surat yang di kirim Annisa lewat temannya. Disamping masalah dari Vallen, masalah juga datang dari salah seorang pemuda di dusun tempat KKN Kami. Namanya Pino, dia anak salah satu orang terpandang di dusun itu yang sepertinya naksir berat sama Annisa, walaupun pada saat kesempatan yang lain, Annisa pernah bercerita padaku bahwa dia tidak Pino yang semau sendiri memaksakan kehendak kepada orang lain karena mengandalkan orang tuanya yang kaya. Pino termasuk anak yang putus sekolah karena dikeluarkan dari Sekolah akibat kenakalannya.  Pada suatu saat pada waktu kerja bakti Pino mendekatiku dan mengacamku agar jangan mendekati Annisa lagi jika tidak ingin terjadi sesuatu padaku. Sebenarnya aku paling tidak takut di ancam, dan aku acuhkan ancaman Pino, tapi seminggu kemudian ada orang yang merusak secara fisik salah satu hasil program KKN kami program Biogas mandiri. Demi menyelamatkan program KKN di dusun ini makan aku putuskan untuk menjauhi Annisa sementara dan aku beritahukan Annisa lewat balasan suratnya.
suka sama sifat-sifat

Sejak saat itu aku jarang sekali mendekati Annisa seperti dahulu, untuk mengkomunikasikan program-program KKN dengan Annisa dan Karang Taruna aku percayakan pada Putri salah satu teman KKN kami. Pada suatu kesempatan kepala dusun yang juga orang tua Annisa memanggilku membicarakan hal tersebut, beliau mengetahui permasalahan itu dari Annisa, dan aku sudah menjelaskan duduk permasalahannya pada kepala dusun dan beliau memakluminya. Mungkin karena melihat kinerjaku di dusun ini kepala dusun bersimpati kepadaku dan akan membantuku jika aku ada kesulitan. Aku sangat berterimakasih kepada beliau.

Tidak terasa, akhir masa KKN kami di dusun tersebut sudah berakhir dan program-program yang kami rencanakan hampir seratus persen berhasil, yang belum selesai tinggal diteruskan penduduk dusun untuk menyelesaikannya.

Malam sebelum upacara penarikan KKN Universitas kami, saya menyempatkan untuk bertemu dengan kepala dusun secara empat mata. Karena kedekatanku dengan beliau dengan terus terang, aku mengutarakan maksud hatiku mengenai Annisa, kalau diijinkan aku ingin menikahi Annisa tetapi tidak saat ini menunggu Annisa selesai sekolah, syukur-syukur bisa meneruskan kuliah diperguruan tinggi. Dengan bijaksana kepala dusun pada prinsipnya menyerahkan segala keputusannya pada Annisa yang akan menjalaninya, jika Annisa sudah menjatuhkan pilihannya pada siapapun asal berani bertanggungjawab secara lahir maupun bathin orang tua pasti mendukungnya.

Akhirnya hari penarikan KKN tiba, tak lupa aku memberikan surat kepada Annisa sebelum meninggalkan dusun. Isi surat itu pada prinsipnya meminta Annisa untuk terus belajar mencapai cita-citanya dan aku akan melamarnya setelah selesai kuliah nanti. (Tamat)

0 Response to "Nostalgia KKN (Bagian Dua)"